“Meski jauh sebelum itu aku berharap untuk dapat cinta sejati. Tapi aku tak pernah gentar….”
Begitulah ungkapan kata dari Nina yang terpaksa tertulis karena sejak SMA, Nina belum pernah dapat pacar yang tepat. Selalu saja ada kenalan dari berbagai situs jejaring sosial, tapi nggak satupun yang cocok. Itu pun kalau sifat cuek Nina nggak keluar, karena memang saking Nina malas merespon. Pernah suatu kali Nina berteman dengan seseorang dari kelas sebelah, yang menurut Nina, dia sedang gencar-gencarnya PDKT. Tapi apa coba? Saking cueknya Nina, dia nggak akan memperdulikan... sungguh sadis… Tapi sebenarnya, siapa sih yang diinginkan Nina?
Setelah pulang sekolah, Nina berjalan menuju selatan Surabaya, dengan menaiki bemo jurusan WL. Nina bayar 2000 rupiah, karena sekarang biaya transportasi mahal, BBM mahal, sembako mahal, padahal PEMILU mau dimulai... tapi ya, apa urusannya? Gak ada!
Ehm... ternyata Nina menargetkan "calon berikutnya", tanda kutip, target misterius yang sedang ia kejar. Tapi sebenarnya, sama aja sih, pasti akan ia buang sia-sia setelah tahu kepribadiannya yang aneh itu (sang target).
“Wuih… ternyata di sini rumah sang idola…” gumam Nina dari balik tirai kios. Sang target sedang berjalan menuju gang yang agak luas. Kawasan tempat sang target tinggal memang strategis, karena Nina senang berada di sini. Selain banyak kuliner yang menggoyang lidah, Nina pun nggak mau ketinggalan membeli sebungkus KEBAB. Sambil makan, ia menguntit dari belakang...
Keesokan harinya, Nina tiba di sekolah terlambat 10 menit dari perkiraannya. Sebenarnya, dia sengaja terlambat karena tahu sang target juga akan terlambat, seperti dirinya. Ooooh... ternyata Nina sengaja ingin bertemu sang target, tapi dari balik layar... ups, maksudnya dari terlambat masuk kelas... pantes!
Pak Guru mengabsen satu per satu, dan akhirnya giliran Nina.
“SANINAMI…” panggil Pak Top.
“Ya, Pak,” jawab Nina tegas, seolah nggak ada rasa takut seperti biasanya, sambil melirik sang target yang sepertinya biasa saja.
“Terakhir kali saya ingatkan kamu, jangan datang telat 10 menit sebelum gerbang ditutup!” tanya Pak Top dengan gaya khasnya.
“Mungkin 24 jam yang lalu, Pak,” jawab Nina sambil sekali lagi melirik ke sang target.
“Bawa orang tuamu ke sekolah 5 kali lagi untuk terakhir kalinya… TUINGGG!” Cubitan Pak Top yang menyambar pipi Nina benar-benar terasa, tapi ya sudahlah, sakit banget, tau!
Kemudian Pak Top memanggil sang target...
“DRAIN!” Lalu benar saja, ia menghadap Pak Top. Dengan buku khusus yang dibuat untuk anak-anak yang sering melanggar aturan sekolah.
“Ya, Pak…” jawab Drain dengan nada lemas, nggak semangat.
“Berapa kali saya tegaskan kamu untuk membawa orang tua kamu ke sekolah dan menghadap ke saya?” tanya Pak Top, terlihat marah, tapi tetap dengan gaya santainya.
“Persis seperti yang Pak Top tahu, orang tua saya cuma satu, yaitu ibu saya, dan beliau sedang berada di Amerika untuk kerja sebagai WNI di sana. Di sini saya tinggal sendirian,” jelas Drain, bikin Nina terhenyak sesaat. Anak seperti Drain, tinggal sendirian? Lalu siapa yang bersama dia di rumah saat Nina menguntitnya dari belakang?
“Wah... diluar dugaan.” Nina terkejut sesaat karena pikirannya tentang Drain salah 180 derajat, dan mulai berpikir dua kali sebelum membicarakan orang lain di belakang. Dia pun akhirnya sadar, nggak akan mengulangi lagi kesalahan menguntit orang lain sebelum bukti nyata muncul.
Komentar
Posting Komentar
Suwon wes komen